Di antara perkara yang sangat menakjubkan dan sekaligus sebagai tanda yang sangat besar atas kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah enam landasan yang telah Allah Ta’ala terangkan dengan sangat gambling sehingga mudah dipahami oleh orang-orang awam sekalipun. Namun seiring dengan berlalunya waktu, telah terjadi penyimpangan dan penyelewengan yang dilakukan oleh orang-orang yang cerdas dan berakal dari kalangan Bani Adam dan sedikit sekali yang selamat dari mereka.
Landasan Pertama
Mengikhlaskan (memurnikan) ibadah hanya untuk Allah Ta’ala, tiada sekutu bagi-Nya yang lawannya adalah syirik. Namun, seiring berjalannya waktu, tatkala terjadi perubahan pada mayoritas masyarakat, syaithan menambahkan kepada mereka keikhlasan dalam bentuk penghinaan kepada orang-orang shalih dan merendahkan hak-hak mereka serta mencampakkan kesyirikan kepada Allah Ta’ala dalam bentuk kecintaan mereka kepada orang-orang shalih dan pengikut mereka.
Landasan Kedua
Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kita bersatu dalam menjalankan agama-Nya dan melarang bercerai-berai. Allah Ta’ala melarang kita mengikuti orang-orang sebelum kita yang bercerai berai dan berselisih sehingga mereka binasa. Namun di kemudian hari, bercerai berai dalam pokok-pokok agama (ushuluddin) dan cabang-cabangnya (furu’) dianggap sebagai ilmu dan pengetahuan agama, sedangkan bersatu dalam menjalankan agama dianggap sebagai sesuatu yang pantas dilontarkan oleh orang-orang zindiq.
Landasan Ketiga
Sesungguhnya untuk lebih menyempurnakan landasan yang kedua, yaitu bersatu dalam menjalankan agama, diperlukan sikap mau mendengar dan ta’at kepada para pemegang pemerintahan, walaupun dia seorang budak Habsyi. Allah Ta’ala telah menjelaskan hal ini dengan penjelasan yang indah, lengkap dan sempurna, baik dari sisi syar’i maupun qadari, sehingga tidak membutuhkan penjelasan lagi.
Landasan Keempat
Landasan keempat ini berisi penjelasan tentang ilmu dan ulama, fiqih dan ahli fiqih (fuqaha) serta orang yang berlagak seperti mereka namun tidak termasuk dalam golongan mereka. Allah Ta’ala telah menjelaskan landasan ini dalam firman-Nya:
”Artinya: Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu, dan penuhilah janjimu kepada-Ku niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu; dan hanya kepada-Ku-lah kamu harus takut (tunduk).” (QS. al-Baqarah:40)
sampai firman-Nya,
”Artinya: Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu dan (ingatlah pula) bahwasanya Aku telah melebihkan kamu atas segala umat.” (QS. al-Baqarah:47)
Akan tetapi, di kemudian hari perkara ini menjadi sesuatu yang paling asing; ilmu dan fiqih dianggap sebagai bid’ah dan kesesatan. Pilihan terbaik bagi mereka adalah mengaburkan antara yang haq dan yang bathil.
Landasan Kelima
Landasan kelima ini berisi penjelasan tentang wali-wali Allah dan perbedaan mereka dengan musuh-musuh Allah dari kalangan orang-orang munafik dan orang-orang jahat yang menyerupai mereka. Dalam masalah ini cukuplah kita memperhatikan ayat-ayat dibawah ini:
”Artinya: Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali-‘Imran:31)
“Artinya: Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya,” (QS. Al-Maidah:54)
“Artinya: Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.” (QS. Yunus:62-63)
Ketahuilah makna wali-wali Allah ini dirubah oleh mereka yang mengaku memiliki ilmu dan sanggup memberi petunjuk kepada manusia serta menguasai ilmu-ilmu syari’at. Mereka menganggap wali-wali Allah itu adalah mereka yang meninggalkan teladan para rasul, sedangkan yang meneladani para rasul bukan termasuk para wali.
Landasan Keenam
Landasan keenam berisi bantahan terhadap syubhat yang dilontarkan oleh syaithan yang mengajak manusia meninggalkan al-Qur’an dan as-Sunnah kemudian mengikuti pendapat-pendapat hawa nafsu yang beragam. Syubhat yang mereka lontarkan adalah bahwa al-Qur’an dan as-Sunnah tidak bisa dipahami kecuali oleh seorang mujtahid, sedangkan seorang mujtahid adalah seseorang yang memiliki kriteria tertentu yang barangkali tidak akan dapat dimiliki oleh siapa pun, termasuk Abu Bakar dan ’Umar.
Mahasuci Allah dan segala puji bagi-Nya. Betapa banyak penjelasan Allah Ta’ala, baik dengan perintah dan larangan maupun dengan hukum-hukum kauni dalam membantah syubhat yang tercela ini mencakup berbagai seginya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
(Dinukil dari kutaib Kasyfu Syubuhat, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar