Oleh: Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat hafidzahullah
Sering kali kita temui pertanyaan atau pun pernyataan perihal hukum-hukum yang berlaku untuk wanita yang sedang mengalami masa haidh atau nifas serta wanita yang sedang dalam keadaan junub. Dan telah diketahui juga bahwa masalah ini pun menjadi ikhtilaf (perselisihan) di kalangan para ulama. Namun demikian, kita harus mengembalikan segala sesuatu yang kita perselisihkan kepada al-Qur’an dan as-Sunnah ash-shahihah, sesuai dengan firman Allah Tabaaraka wa Ta’ala:
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِإِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلا
“Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisaa’: 59)