Oleh: Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Dengan Islam, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengakhiri serta menyempurnakan agama-agama lain untuk para hambaNya. Dengan Islam pula, Allah Subhanahu wa Ta’ala menyempurnakan kenikmatanNya dan meridhai Islam sebagai agama. Agama Islam adalah agama yang benar dan satu-satunya agama yang diterima Allah, kepercayaan selain Islam tidak akan diterima Allah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya : Barangsiapa mencari agama selain dari agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” [Ali ‘Imran: 85]
Allah Azza wa Jalla telah mewajibkan kepada seluruh manusia untuk memeluk agama Islam karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus untuk seluruh manusia, sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla :
“Artinya : Katakanlah: ‘Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi, tidak ada yang berhak disembah selain Dia, Yang menghidupkan dan Yang mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan RasulNya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada Kalimat-KalimatNya (Kitab-Kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk” [Al-A’raaf: 158]
Hal ini juga sesuai dengan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Demi yang diri Muhammad ada di tangan Allah, tidaklah mendengar seorang dari ummat Yahudi dan Nasrani yang mendengar diutusnya Muhammad, kemudian dia mati dalam keadaan tidak beriman dengan apa yang diutus dengannya (Islam), niscaya dia termasuk penghuni Neraka.”[1]
Mengimani Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, artinya membenarkan dengan penuh penerimaan dan kepatuhan pada seluruh apa yang dibawanya bukan hanya membenarkan semata. Oleh karena itulah Abu Thalib (paman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) termasuk kafir, yaitu orang yang tidak beriman kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam meskipun dia membenarkan apa yang dibawa oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan dia membenarkan pula bahwa Islam adalah agama yang terbaik.
Agama Islam mencakup seluruh kemaslahatan yang terkandung di dalam agama-agama terdahulu. Islam memiliki keistimewaan, yaitu cocok dan sesuai untuk setiap masa, tempat dan kondisi ummat.
“Artinya : Dan Kami turunkan kepadamu al-Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain...”[Al-Maa-idah: 48]
Islam dikatakan cocok dan sesuai di setiap masa, tempat dan kondisi ummat maksudnya adalah berpegang teguh kepada Islam tidak akan menghilangkan kemaslahatan ummat bahkan, dengan Islam ini ummat akan menjadi baik, sejahtera, aman dan sentausa. Tetapi harus diingat bahwa Islam tidak tunduk terhadap masa, tempat dan kondisi ummat sebagaimana yang dikehendaki oleh sebagian orang. Apabila ummat manusia menginginkan keselamatan di dunia dan di akhirat, maka mereka harus masuk Islam dan tunduk dalam melaksanakan syari’at Islam.
Agama Islam adalah agama yang benar, Allah menjanjikan kemenangan kepada orang yang berpegang teguh kepada agama ini dengan baik, namun dengan syarat mereka harus mentauhidkan Allah, menjauhkan segala perbuatan syirik, menuntut ilmu syar’i dan mengamalkan amal yang shalih.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya : Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (al-Qur’an) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyu-kainya.” [At-Taubah: 33]
“Artinya : Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhaiNya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan merubah (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahKu dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang yang fasik.” [An-Nuur: 55]
Islam adalah agama yang sempurna dalam ‘aqidah dan syari’at. Bentuk kesempurnaannya di antaranya adalah
[1]. Memerintahkan bertauhid dan melarang syirik.
[2]. Memerintahkan untuk berbuat jujur dan melarang bersikap bohong.
[3]. Memerintahkan untuk berbuat adil dan melarang bersikap zhalim.
[4]. Memerintahkan untuk bersikap amanah dan melarang ingkar janji.
[5]. Memerintahkan untuk menepati janji dan melarang bersikap khianat.
[6]. Memerintahkan untuk berbakti kepada ibu-bapak serta me-larang mendurhakainya.
Dan yang lainnya.
Secara umum Islam memerintahkan agar berakhlak yang mulia, bermoral baik dan melarang bermoral buruk. Islam juga memerintahkan setiap perbuatan baik, dan melarang perbuatan yang buruk
Allah Subahanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” [ An-Nahl: 90]
Islam didirikan atas lima dasar, sebagaimana yang tersebut dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Umar Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
“Artinya : Islam dibangun atas lima hal, (yaitu); (1) bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah dengan benar melainkan hanya Allah, (2) dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, (3) menegakkan shalat, (4) membayar zakat, (5) berpuasa di bulan Ramadhan dan menunaikan haji ke Baitullah."[2]
Rukun Islam ini wajib diimani, diyakini dan wajib diamalkan oleh setiap muslim dan muslimah.
Pertama: Kesaksian tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah Azza wa Jalla dan Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah hamba serta RasulNya merupakan keyakinan yang mantap, yang diekspresikan dengan lisan. Dengan kemantapannya itu, seakan-akan ia dapat menyaksikanNya.
Syahadah (kesaksian) merupakan satu rukun padahal yang disaksikan itu ada dua hal, ini dikarenakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah penyampai risalah dari Allah Azza wa Jalla. Jadi, kesaksian bahwa Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah hamba dan utusan Allah Azza wa Jalla merupakan kesempurnaan kesaksian Laa ilaha illa Allah, tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah.
Syahadatain (dua kesaksian) tersebut merupakan dasar sah dan diterimanya semua amal. Amal akan sah dan diterima bila dilakukan dengan keikhlasan hanya karena Allah Azza wa Jalla dan mutaba’ah (mengikuti) Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Ikhlas karena Allah Azza wa Jalla terealisasi pada Syahadat (kesaksian) laa ilaha illallah, tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah. Sedangkan mutaba’ah atau mengikuti Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam terealisasi pada kesaksian bahwa Muhammad adalah hamba serta Rasul-Nya.
Faedah terbesar dari dua kalimat syahadat tersebut adalah membebaskan hati dan jiwa dari penghambaan terhadap makhluk dengan beribadah hanya kepada Allah saja serta tidak mengikuti melainkan hanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kedua: Mendirikan shalat artinya beribadah kepada Allah dengan mengerjakan shalat wajib lima waktu secara istiqamah serta sempurna, baik waktu maupun caranya. Shalat harus sesuai dengan contoh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
“Artinya : Shalatlah kalian sebagaimana engkau melihatku shalat.” [3]
Salah satu hikmah shalat adalah mendapat kelapangan dada, ketenangan hati, dan menjauhkan diri dari perbuatan keji dan mungkar.[4]
Ketiga: Mengeluarkan zakat artinya, beribadah hanya kepada Allah Azza wa Jalla dengan menyerahkan kadar yang wajib dari harta-harta yang harus dikeluarkan zakatnya.[5]
Salah satu hikmah mengeluarkan zakat adalah membersihkan harta, jiwa dan moral yang buruk, yaitu kekikiran serta dapat menutupi kebutuhan Islam dan ummat Islam, menolong orang fakir dan miskin.
Keempat: Puasa Ramadhan artinya, beribadah hanya kepada Allah dengan cara meninggalkan hal-hal yang dapat membatalkan di siang hari di bulan Ramadhan (puasa sebulan penuh).
Salah satu hikmahnya ialah melatih jiwa untuk meninggalkan hal-hal yang disukai karena mencari ridha Allah Azza wa Jalla.
Kelima: Naik Haji ke Baitullah (rumah Allah), artinya beribadah hanya kepada Allah dengan menuju ke al-Baitul Haram (Ka’bah di Makkah al-Mukarramah) untuk mengerjakan syiar atau manasik Haji.[6]
Salah satu hikmahnya adalah melatih jiwa untuk mengerahkan segala kemampuan harta dan jiwa agar tetap taat kepada Allah Azza wa Jalla. Oleh karena itu Haji merupakan salah satu macam jihad fi sabilillah.[7]
[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan Pertama Jumadil Akhir 1425H/Agustus 2004M]
Sumber: almanhaj.or.id
_________
Foot Note
[1]. HR. Muslim (I/134, no. 153), dari Shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu
[2]. Mutafaqun ‘alaihi. HR. Al-Bukhari dalam Kitabul Iman no. 8, Muslim dalam Kitabul Iman bab Arkanul Islam no. 16, Ahmad (II/26, 93, 120, 143), at-Tirmidzi (no. 2609) dan an-Nasa-i (VIII/107)
[3]. HR. Al-Bukhari (no. 631), dari Shahabat Malik bin Khuwairits radhiyallahu 'anhu
[4]. Lihat QS. Al-Ankabut: 45.
[5]. Lihat QS. Al-Baqarah: 43.
[6]. Lihat QS. Ali ‘Imran: 96.
[7]. Diringkas dan ditambah dari kutaib Syarhu Ushuulil Iimaan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin (hal. 4-10)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar