إبن إسـمـاعيـل المــهـاجـريـن

Foto saya
Bersabarlah dirimu di atas Sunnah, tetaplah tegak sebagaimana para Shahabat tegak di atasnya. Katakanlah sebagaimana yang mereka katakan, tahanlah dirimu dari apa-apa yang mereka menahan diri darinya. Dan ikutilah jalan Salafush Shalih karena akan mencukupi kamu apa saja yang mencukupi mereka.

Rabu, 15 April 2009

Wanita Boleh Memilih Pasangan Untuk Menikah

Penyusun : Ummu Sufyan Rahma bintu Muhammad
Muroja'ah : Ibnu Isma'il Al-Muhajirin

Banyak wanita yang bertanya-tanya ketika akan menikah, apakah boleh seorang wanita memilih pasangan hidupnya sendiri? Sedangkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

“Wanita itu biasa dinikahi karena empat perkara: Karena hartanya, karena kemuliaan keturunannya, karena kecantikannya dank arena agamanya. Maka pilihlah yang beragama, karena kalau tidak niscaya engkau akan merugi.” (Hadits riwayat Bukhari no: 5090 dan Muslim no: 1466, sanadnya shahih)
Berdasarkan hadits di atas maka jelas bahwa lelakilah yang memilih wanita untuk dinikahinya. Lalu bagaimana dengan wanita???
Apakah wanita tidak berhak menentukan dengan siapa dia akan dan ingin menikah???


Saudariku, ketahuilah...
Seorang wanita juga memiliki hak untuk memilih calon suaminya. Dan apabila dia dijodohkan dengan lelaki yang tidak dia cintai, maka dia berhak menolak pinangan lelaki tersebut. Diriwayatkan dari Khansaa’ al-Anshariyyah (ia berkata):

”Sesungguhnya bapaknya telah menikahkannya (dengan seorang lelaki) dan (ketika itu) dia sebagai seorang janda, maka dia tidak menyukainya. Lalu dia mendatangi Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam (mengadukan halnya), maka beliau shallallahu ’alaihi wa sallam kemudian membatalkan pernikahannya.” (Hadits riwayat Bukhari no: 5138, 6945 dan 6969, Abu Dawud no: 2101, an-Nasa-i no: 3268, dan Ibnu Majah no: 1873, dengan sanad shahih)

Dalam riwayat dari jalan yang lain, yaitu dari jalan Ibnu ‘Abbas (ia berkata): Bahwasanya seorang gadis pernah datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian ia menceritakan (halnya) kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Sesungguhnya bapaknya telah menikahkannya (dengan seorang lelaki) sedangkan dia tidak menyukainya.” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan kepadanya hak untuk memilih (apakah dia akan melanjutkan pernikahannya atau membatalkannya).” (Hadits riwayat Abu Dawud no: 2096 dan Ibnu Majah no: 1875, dengan sanad shahih)

Dari dua hadits diatas maka jelas bahwa seorang wanita boleh memilih pasangan hidupnya. Dan jika dia tidak menyukai lelaki yang dipasangkan atau dijodohkan dengannya maka dia boleh menolak pinangan lelaki tersebut. Namun, jika dia sudah dinikahkan dengan lelaki tersebut maka dia bisa mengadukan halnya itu kepada Qadhi atau Hakim atau pihak KUA. Seperti yang terjadi pada Khansaa’ al-Anshariyyah, dimana dia dinikahkan dengan seorang lelaki yang tidak dicintainya. Padahal dia telah menyukai dan mencintai Abu Lubabah. Maka setelah Rasulullah shallallahu ’alahi wa sallam membatalkan pernikahannya, beliau shallallahu ’alaihi wa sallam memerintahkan kepada orang tua Khansaa’ agar menikahkan puterinya dengan Abu Lubabah.

Lalu bagaimana seorang wanita bisa mengutarakan pendapatnya tersebut?
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu: Bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:

”Seorang wanita janda tidak boleh dinikahkan sebelum dimintai pertimbangan dan seorang gadis perawan tidak boleh dinikahkan sebelum dimintai persetujuan.” Para sahabat bertanya: ”Ya Rasulullah, bagaimana tanda setujunya?” Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam menjawab: ”Bila ia diam.” (Hadits riwayat Muslim no: 2543)

Diriwayatkan pula dari jalan ’Aisyah binti Abu bakar radhiyallahu 'anhum:

”Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam tentang seorang gadis perawan yang dinikahkan oleh keluarganya, apakah ia harus dimintai persetujuan ataukah tidak?” Beliau shallallahu ’alaihi wa sallam menjawab: ”Ya, harus dimintai persetujuan!” Aku katakan kepada beliau, perempuan itu merasa malu. Rasulullah shallallhu ’alaihi wa sallam bersabda: ”Itulah tanda setujunya bila ia diam.” (Hadits riwayat Muslim no: 2544)

Dari dua hadits diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa seorang wanita harus dimintai pendapat dan persetujuan terlebih dahulu ketika akan menikah, baik dia seorang janda atau seorang gadis. Orang tua atau wali tidak boleh memaksakan kehendak pada puteri-puterinya untuk menikah dengan lelaki yang tidak mereka cintai. Karena hati tidak dapat dipaksa, meskipun badan dapat dipaksa dan terpaksa untuk mengikutinya.

Dengan demikian saudariku, jelaslah bahwa wanita pun memiliki hak yang sama dalam memilih calon pasangan hidupnya. Engkau dapat memilih seorang lelaki yang rupawan, kaya, dan berasal dari keturunan yang baik, namun begitu pilihlah seorang lelaki yang baik agama dan akhlaqnya. Karena seorang lelaki yang baik agamanya akan senantiasa memuliakan kedudukan wanita dan senantiasa berbuat ma’ruf padanya.

Wallahu Ta’ala a’lam bish showwab.

Dinukil dari kitab al-Masaa-il jilid 7 dengan beberapa ziyadah (tambahan).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar