Oleh: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Kontradiksi dalam Al-Qur’an adalah jika terdapat dua ayat yang saling bertolak-belakang, yaitu petunjuk ayat yang satu menjadi penghalang bagi petunjuk ayat yang lain, seperti jika ayat yang satu menetapkan akan sesuatu hal sementara ayat yang lain meniadakannya.
Tidak akan mungkin terdapat dalam Al-Qur’an kontradiksi antara dua ayat yang petunjuknya adalah berita, karena hal itu mengharuskan salah satunya adalah dusta dan itu mustahil terjadi pada berita-berita Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Artinya: …Dan siapakah orang yang lebih benar perkataan(nya) daripada Allah.” [QS. An-Nisa': 87]
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya: …Dan siapakah yang lebih benar perkataanya daripada Allah?” [QS. An-Nisa': 122]
Dan tidak mungkin juga terjadi kontradiksi dalam Al-Qur’an antara dua ayat yang petunjuknya adalah penetapan hukum, karena ayat yang paling akhir adalah nasikh bagi ayat yang datang sebelumnya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya: Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya.” [QS. Al-Baqarah: 106]
Dengan adanya nasikh maka hukum bagi ayat pertama telah dihapuskan dan tidak menjadi kontradiktif bagi ayat yang lain.
Jika anda melihat kilas kontradiktif, maka berusahalah untuk menggabungkan kedua ayat, kalau anda tidak menemukan jawabannya, maka wajib atas anda untuk tidak berkomentar dan mengembalikan hal itu kepada para ulama.
Para ulama banyak sekali menyebutkan contoh-contoh tentang kilas kontradiksi dengan menjelaskan sisi penggabungannya. Di antara kitab yang paling lengkap tentang pembahasan ini adalah kitab Da’fu Iihaamil Idhthiraab ‘Ann Aayil Kitaab karya Asy-Syaikh Muhammad Al-Amin Asy-Syanqithi Rahimahullah.
Diantara contoh-contohnya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala tentang Al-Qur’an.
“Artinya: Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa.” [QS. Al-Baqarah: 2]
Dan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Artinya: (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia.” [QS. Al-Baqarah: 185]
Pada ayat pertama hidayah Al-Qur’an khusus bagi orang yang bertaqwa, sedangkan pada ayat yang kedua hidayah Al-Qur’an umum bagi seluruh umat manusia. Al-Jam’u (penggabungan) keduanya adalah bahwa hidayah yang pertama adalah untuk taufiq dan pemanfaatan, sedangkan hidayah pada ayat yang kedua adalah untuk penjelasan dan pengarahan.
Sama halnya dengan kedua ayat ini, yaitu firman Allah Subhanahu wa Ta’ala tentang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya: Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendakiNya.” [QS. Al-Qashshash: 56]
Dan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Artinya: Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” [QS. Asy-Syuura: 52]
Hidayah pada ayat pertama adalah untuk taufiq, sedangkan hidayah pada ayat kedua untuk penjelasan.
Diantara contoh-contoh yang lain adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Artinya: Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu).” [QS. Ali Imran: 18]
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Artinya: Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar, dan tak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah; dan sesungguhnya Allah, Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” [QS. Ali-Imran: 62]
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Artinya: Maka janganlah kamu menyeru (menyembah) tuhan yang lain disamping Allah, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang diazab.” [QS. Asy-Syu’ara: 213]
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Artinya: Dan Kami tidaklah menganiaya mereka, tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri, karena itu tiadalah bermanfaat sedikitpun kepada mereka sembahan-sembahan yang mereka seru selain Allah, di waktu azab Tuhanmu datang. Dan sembahan-sembahan itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali kebinasaan belaka.” [QS. Huud: 101]
Dalam dua ayat pertama disebutkan tentang peniadaan tuhan selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, sedangkan dalam dua ayat berikutnya disebutkan penetapan adanya tuhan selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Cara menggabungkannya adalah bahwa ke-Tuhanan yang khusus bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah ketuhanan yang benar, sedangkan ketuhanan yang ditetapkan bagi selain Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah ketuhanan yang bathil.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya: (Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) Yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain Allah, itulah yang bathil, dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.” [QS. Al-Hajj: 62]
Diantara contoh-contohnya yang lain adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Artinya: Katakanlah: Sesungguhnya Allah tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan yang keji.” [QS. Al-A’raaf: 28]
Dan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Artinya: Dan jika Kami hendak membinasakah suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” [QS. Al-Isra': 16]
Pada ayat pertama dijelaskan, bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak memerintahkan untuk berbuat keji, sedangkan secara dzahir pada ayat kedua Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kefasikan.
Cara menggabungkan keduanya adalah bahwa perintah pada ayat pertama adalah perintah syar’i, dalam syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan memerintahkan perbuatan keji.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” [QS. An-Nahl: 90]
Sedangkan perintah pada ayat yang kedua adalah perintah dalam bentuk kauni, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan alam semesta sesuai dengan kehendak-Nya dan sesuai dengan hikmah-Nya, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya: Sesungguhnya perintahNya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya ; “Jadilah!” maka terjadilah ia.” [QS. Yasin: 82]
Barangsiapa yang ingin mengetahui contoh-contoh yang lain, hendaknya merujuk kepada kitab Asy-Syaikh Asy-Syanqithi yang telah disebutkan diatas.
[Disalin dari kitab Ushuulun Fi At-Tafsir edisi Indonesia Belajar Mudah Ilmu Tafsir oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Penerbit Pustaka As-Sunnah, Penerjemah Farid Qurusy]
Sumber: Almanhaj.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar