Hadits kesebelas:
إِنَّ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى قَرَأَ طه وَيَسٍ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ اَدَمَ بِأَلْفَيْ عَامٍ فَلَـمَّاسَمِعَتِ الْمَلاَئِكَةُ الْقُرْاَنَ قَالُوْا: طُوْبَى لِأُمَّةٍ يَنْزِلُ هَذَا عَلَيْهِمَ وَطُوْبَى لِأَلْسُنٍ تَتَكَلَّمُ بِهَذَاوَطُوْبَى لِأَجْوَافٍ تَحْمِلُ هَذَا.
“Sesungguhnya Allah Ta’ala membaca surat Thaaha dan Yaasiin 2000 tahun sebelum diciptakannya Nabi Adam. Tatkala para Malaikat mendengar al-Qur’an (yakni kedua surat itu) seraya berkata: ‘Berbahagialah bagi umat yang turun al-Qur’an atas mereka, alangkah baiknya lidah-lidah yang berkata dengan ini (membaca) dan baiklah rongga-rongga yang membawanya (yang menghafal kedua surat itu).”
Hadits ini diriwayatkan oleh ad-Darimi (II/456), Ibnu Khuzaimah dalam kitab at-Tauhid (no. 328), Ibnu Hibban dalam kitab adh-Dhu’afa (I/108), Ibnu Abi ‘Ashim dalam as-Sunnah (no. 607), al-Baihaqi dalam al-Asma’ wash Shifat (I/365) dan ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Ausaath (no. 4873).
Hadits ini adalah hadits Munkar.
Takhrij singkat:
Hadits ini diriwayatkan dari jalan Ibrahim bin Muhajir bin Mismar, ia berkata: “Telah menceritakan kepada kami ‘Umar bin Hafsh bin Dzakwan dari Maula al-Huraqah.” Kata Ibnu Khuzaimah: “Namanya ‘Abdur Rahman bin Ya’qub bin al-‘Ala’ bin ‘Abdur Rahman dari Abu Hurairah, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallaam…”
Matan hadits ini maudhu’. Kata Ibnu Hibban: “Matan hadits ini palsu dan sanadnya sangat lemah, karena ada dua orang rawi yang lemah:
1.Ibrahim bin Muhajir bin Mismar
Kata Imam al-Bukhari: “Ia adalah munkarul hadits.”
Kata Imam an-Nasa’i: “Ia perawi yang lemah.”
Kata Ibnu Hibban: “Ia sangat munkar haditsnya.”
Kata Ibnu Hajar: “Ia perawi lemah.”
[Mizaanul I’tidal (I/67), Taqriibut Tahdziib (I/67 no. 255)]
2.‘Umar bin Hafsh bin Dzakwan
Kata Imam Ahmad: “Kami tinggalkan haditsnya dan kami bakar.”
Kata Imam ‘Ali Ibnul Madini: “Ia seorang rawi yang tidak tsiqah.”
Kata Imam an-Nasa’i: “Ia rawi matruk.”
[Mizaanul I’tidal (III/189). Lihat Silsilah Ahaadits adh-Dha’ifah wal Maudhu’ah no. 1248]
Al-Hafidz Ibnu Katsir rahimahullahu Ta’ala berkata: “Hadits ini gharib dan munkar, karena Ibrahim bin Muhajir dan Syaikhnya (yaitu, ‘Umar bin Hafsh) diperbincangkan (oleh para ulama hadits).” [Lihat Tafsiir Ibnu Katsir (III/156, cetakan Darus Salaam, th. 1413H]
Hadits kedua belas:
مَنْ سَمِعَ سُوْرَةَيَسٍ عَدَ لَتْ لَهُ عِشْرِيْنَ دِيْنَارًا فِيْ سَبِيْلِ اللهِ وَمَنْ قَرَأَهَاعَدَلَتْ لَهُ عِشْرِيْنَ حَجَّةً وَمَنْ كَتَبَهَا وَشَرِبَهَا أُدْخِلَتْ جَوْفَهُ أَلْفَ يَقِيْنٍ وَأَلْفَ نُوْرٍ وَأَلْفَ بَرَكَةٍ وَأَلْفَ رَحْمَةٍ وَأَلْفَ رِزْقٍ وَنُزِعَتْ مِنْهُ كُلُّ غِلٍّ وَدَاءٍ.
“Barang siapa mendengar bacaan surat Yaasiin, ia akan diberi ganjaran 20 Dinar di jalan Allah. Barang siapa yang membacanya diberi ganjaran kepadanya laksana ganjaran 20 kali melakukan ibadah Haji. Barang siapa yang menuliskannya kemudian ia meminum airnya maka akan dimasukkan ke dalam rongga dadanya seribu keyakinan, seribu cahaya, seribu berkah, seribu rahmat, seribu rizqi, dan dicabut (dihilangkan) segala macam kesulitan dan penyakit.”
Hadits ini diriwayatkan oleh al-Khatib dari ‘Ali, lalu dia berkata: “Hadits ini Maudhu’.”
Takhrij singkat:
Ibnu ‘Adiy berkata: “Dalam sanadnya ada rawi yang tertuduh memalsukan hadits yaitu Ahmad bin Harun. [Mizaanul I’tidal I/162]
Dalam sanad hadits ini terdapat Isma’il bin Yahya al-Baghdadi. Shalih bin Muhammad Jazarah berkata: “Ia (Isma’il) sering memalsukan hadits.” Imam ad-Daruquthni berkata: “Ia seorang tukang dusta dan matruk.” Imam al-Azdiy berkata: “Ia salah seorang tukang dusta dan tidak halal meriwayatkan dari padanya.”
Rujukan:
Al-Maudhu’at oleh Ibnul Jauzi (I/246-247), al-Fawaa-idul Majmu’ah fil Ahaaditsil Maudhu’ah no. 942 dan Mizaanul I’tidal (I/253-254)
Hadits ketiga belas:
يَسٍ لِمَا قُرِأَتْ لَهُ.
“Surat Yaasiin itu bisa member manfaat sesuai tujuan yang dibacakan untuknya.”
Hadits ini Tidak Ada Asalnya (لا أصل له)
Imam as-Sakhawi berkata: “Hadits ini tidak ada asalnya.”
Rujukan:
Al-Mashnu’ fii Ma’rifatil Haditsil Maudhu’ oleh ‘Ali al-Qari’ (no. 414 hal. 215-216), ta’liq Abdul Fattah Abu Ghuddah, al-Maqaashidul Hasanah (no. 1342)
Hadits keempat belas:
يَسٍ قَلْبُ الْقُرْاَنِ لاَيَقْرَأُهَا رَجُلٌ يُرِيْدُاللهَ وَالدَّارَ الْاَخِرَةَ إِلاَّغُفِرَ لَهُ وَاقْرَؤُوْهَاعَلَى مَوْتَاكُمْ.
“Surat Yaasiin itu hatinya al-Qur’an, tidaklah seseorang membacanya karena mengharapkan keridhaan Allah dan negeri akhirat (Surga-Nya), melainkan akan diampuni dosanya. Oleh karena itu, bacakanlah surat Yaasiin itu untuk orang-orang yang akan mati di antara kalian.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad (V/26) dan an-Nasa’i dalam kitab Amalil Yaum wal Lailah (no. 1083).
Hadits ini adalah hadits Dha’if.
Takhrij singkat:
Hadits ini diriwayatkan dari jalan Mu’tamir, dari ayahnya, dari seseorang, dari ayahnya, dari Ma’qil bin Yasar, ia berkata: “Bahwasanya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallaam bersabda…”
Dalam sanad hadits ini terdapat tiga orang rawi yang majhul (tidak diketahui namanya dan keadaannya). Jadi hadits ini Dha’if dan tidak boleh dipakai sebagai hujjah.
Rujukan:
Fat-hur Rabbani (VII/63)
Hadits kelima belas:
اِقْرَأُواْ يَسٍ عَلَى مَوْتَاكُمْ.
“Bacakanlah surat Yaasiin kepada orang yang akan mati di antara kalian.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad (V/26-27), Abu Dawud (no. 3121), Ibnu Abi Syaibah, an-Nasa’i dalam Amalil Yaum wal Lailah (no. 1082), Ibnu Majah (no. 1448), al-Hakim (I/565), al-Baihaqi (III/383) dan ath-Thayalisiy (no. 973).
Hadits ini adalah hadits Dha’if.
Takhrij singkat:
Hadits ini diriwayatkan dari jalan Sulaiman at-Taimi, dari Abu ‘Utsman (bukan an-Nahdi), dari ayahnya, dari Ma’qil bin Yasar, ia berkata: “Telah bersabda Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wasallaam...”
Hadits ini lemah karena ada tiga sebab yang menjadikan hadits ini lemah:
1.Abu ‘Utsman seorang rawi majhul.
2.Ayahnya juga majhul.
3.Hadits ini mudthorib (goncang) sanadnya.
Penjelasan para imam ahli hadits tentang hadits ini:
1.Tentang Abu ‘Utsman
Kata Imam adz-Dzahabi: “Abu ‘Utsman rawi yang tidak dikenal (majhul).”
Kata ‘Ali Ibnul Madini: “Tidak ada yang meriwayatkan dari Abu ‘Utsman melainkan Sulaiman at-Taimi.” Maksud Ibnul Madini ialah: bahwa Abu ‘Utsman ini majhul. [Mizaanul I’tidal (IV/550), Tahdziibut Tahdziib (XII/182) dan Irwaa-ul Ghalil fii Takhriiji Ahaadits Manaaris Sabil (III/151 no. 688)]
Kata Ibnul Mundzir: “Abu ‘Utsman dan ayahnya bukan orang yang masyhur (tidak dikenal).” [Lihat ‘Aunul Ma’bud (VIII/390)]
Kata Imam Ibnul Qaththan: “Hadits ini ada ‘illat-nya, serta hadits ini mudthorib (goncang) dan Abu ‘Utsman majhul.”
Kata Abu Bakar Ibnul ‘Arabi dan ad-Daruquthni: “Hadits dha’if isnadnya dan majhul, dan tidak ada satu pun hadits yang shahih dalam bab ini (yakni dalam bab Membacakan Yaasiin untuk Orang yang Akan Mati).” [at-Talkhisul Habir ma’asy Syarhil Muhadzdzab (V/110), Fat-hur Rabbani (VII/63), Irwaa-ul Ghaliil (III/151)]
Kata Imam an-Nawawi: “Isnad hadits ini dha’if, di dalamnya ada dua orang yang majhul (Abu ‘Utsman dan ayahnya).” [al-Adzkaar hal. 122][1]
2.Tentang ayahnya Abu ‘Utsman
Ia ini rawi yang mubham (seorang rawi yang tidak diketahui namanya). Ia dikatakan majhul oleh para ulama Ahli Hadits, karena selain tidak diketahui namanya tetapi juga tidak diketahui biografinya.
3.Hadits ini Mudhthorib
Hal ini karena di sebagian riwayat yang disebutkan: Dari Abu ‘Utsman, dari ayahnya, dari Ma’qil bin Yasar. Sedangkan riwayat lain menyebutkan dari Abu ‘Utsman dari Ma’qil bin Yasar tanpa menyebut dari ayahnya.
Dengan demikian, hadits ini martabatnya adalah Dha’if dan tidak boleh dipakai sebagai hujjah.[2]
Hadits keenam belas:
Diriwayatkan dari Shafwan (ia berkata):
حَدَّثَنِي الْمَشْيَخَةُ أَنَّهُمْ حَضَرُوْا غُضَيْفَ بْنَ الْحَارِثِ الثُّمَالِيَّ حِيْنَ اشْتَدَّ سَوْ قُهُ فَقَالَ هَلْ مِنْكُمْ أَحَدٌ يَقْرَأُ يَسٍ قَالَ فَقَرَأَهَا صَالَحُ بْنُ شُرَيْحٍ السَّكُونِيُّ فَلَمَّا بَلَغَ أَرْبَعِيْنَ مِنْهَا قُبِضَ قَالَ: فَكَانَ الْمَشْيَخَةُ يَقُولُونَ إِذَا قُرِئَتْ عِنْدَ الْمَيِّتِ خُفِّفَ عَنْهُ بِهَا، قَالَ صَفْوَانُ: وَقَرَأَهَا عِيْسَى بْنُ الْمُعْتَمِرِ عِنْدَا بْنِ مَعْبَدٍ.
“Telah berkata kepadaku beberapa Syaikh bahwasanya mereka hadir ketika Ghudhaif bin Harits mengalami naza’ (sakaratul maut), seraya berkata: ‘Siapakah di antara kalian yang dapat membacakan surat Yaasiin?’ Lalu Shalih bin Syuraih as-Sakuni membacakannya. Maka, ketika sanpai pada ayat ke-40, ia (Ghudhaif) wafat. Shafwan berkata: Para Syaikh berkata:’Bila dibacakan surat Yaasiin di sisi orang yang akan meninggal, niscaya diringankan bagi si mayyit (keluarnya ruh) dengan sebab bacaan itu.’ Kata Shafwan: ‘Kemudian ‘Isa bin Mu’tamir membacakan surat Yaasiin di sisi Ibnu Ma’bad.’ ”
Riwayat ini Maqthu’[3]. Apalagi riwayat ini juga lemah, karena beberapa Syaikh yang disebutkan itu majhul, tidak diketahui nama dan keadaan diri mereka masing-masing.
Jadi riwayat ini lemah (dha'if) dan tidak bisa dipakai sebagai hujjah.
Rujukan:
Irwaa-ul Ghaliil (III/151-152)
Hadits ketujuh belas:
مَا مِنْ مَيِّتٍ يَمُوْتُ فَيُقْرَأُ عِنْدَهُ (يَسٍ) إِلاَّ هَوَّنَ اللهُ عَلَيْهِ.
“Tidak ada seorang pun yang akan mati, lalu dibacakan surat Yaasiin, di sisinya (yaitu ketika ia sedang naza’) melainkan Allah akan mudahkan (kematian) atasnya.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam kitab Akhbaru Ashbahan (I/188).
Hadits ini adalah hadits Maudhu’.
Takhrij singkat:
Hadits ini diriwayatkan dari jalan Marwan bin Salim Aljazary, dari Shafwan bin ‘Amr, dari Syuraih, dari Abu Darda secara marfu’.
Dalam sanad hadits ini ada seorang rawi yang sering memalsukan hadits, yaitu Marwan bin Salim Aljazary.
Imam Ahmad dan an-Nasa’i berkata: “Ia tidak bisa dipercaya.”
Imam Bukhari, Muslim, dan Abu Hatim berkata: “Ia munkarul hadits.”
Abu Arubah al-Harrani berkata: “Ia sering memalsukan hadits.”
Rujukan:
Mizaanul I’tidal (IV/90-91), Irwaa-ul Ghaliil (III/152)
Demikian takhrij singkat dari beberapa hadits yang menyebutkan tentang fadhaail surat Yaasiin. Dan berikut ini adalah penjelasan al-Hafidz al-‘Allamah asy-Syaikh Ibnu Qayyim al-Jauziyah rahimahullahu Ta’ala:
Riwayat-riwayat yang menyebutkan tentang keutamaan-keutamaan (fadhaail) surat-surat dan ganjaran bagi orang yang membaca surat ini akan mendapat pahala begini dan begitu dari awal al-Qur’an sampai akhir, sebagaimana yang disebutkan oleh Tsa’labi dan Wahidi pada awal tiap-tiap surat dan Zamakhsyari pada akhir surat, semuanya ini kata ‘Abdullah bin al-Mubarak: ‘Semua hadits yang mengatakan: ‘Barang siapa yang membaca surat ini akan diberi ganjaran begini dan begitu... semua hadits tentang itu adalah maudhu’. Mereka (para pemalsu hadits) mengatasnamakan sabda Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wasallaam. Sesungguhnya orang-orang yang membuat hadits-hadits itu telah mengakui mereka telah memalsukannya.’”
Mereka berkata: ‘Tujuan kami membuat hadits-hadits palsu agar manusia sibuk dengan (membaca al-Qur’an) dan menjauhkan (kitab-kitab) selain al-Qur’an.” Mereka (para pemalsu hadits) adalah orang-orang jahil dan mereka adalah orang-orang yang ummi akan ilmu hadits.[4]
Wallaahu Ta’ala a’lam bish showab.
Al-Faqir ila Rabbil ‘Arsyil ‘Adzhim
Ibnu Isma’il bin Ibrahim al-Muhajirin
Maraji':
Yasinan, al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas hafizhahulloh, cet. ke-7, penerbit Media Tarbiyah Bogor.
___________
Catatan kaki:
[1] Hadits ini dilemahkan oleh asy-Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilaly dalam Shahih al-Adzkar wa Dha’iifuhu I/388-389.
[2] Untuk keterangan lebih jelas tentang kelemahan hadits masyhur ini, silakan merujuk pada kitab al-Qaulul Mubiin fii Dha’fi Haditsai at-Talqin qa Iqra’u ‘ala Mautakum Yaasiin, oleh asy-Syaikh ‘Ali bin Hasan bin ‘Ali ‘Abdul Hamid al-Atsari al-Halabiy.
[3] Yakni riwayat ini hanya sampai kepada tabi’in, tidak sampai kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallaam.
[4] Al-Manarul Munif fis Shahih wadh Dha’if hal. 113-115, tahqiq: ‘Abdul Fattah Abu Ghuddah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar