إبن إسـمـاعيـل المــهـاجـريـن

Foto saya
Bersabarlah dirimu di atas Sunnah, tetaplah tegak sebagaimana para Shahabat tegak di atasnya. Katakanlah sebagaimana yang mereka katakan, tahanlah dirimu dari apa-apa yang mereka menahan diri darinya. Dan ikutilah jalan Salafush Shalih karena akan mencukupi kamu apa saja yang mencukupi mereka.

Minggu, 17 Mei 2009

Terpaan Fitnah Bak Ombak Lautan

Oleh: Abu Mushlih

Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Kitab al-Fitan wa Asyrath as-Sa’ah, dari Hudzaifah radhiyallahu’anhu, beliau mengatakan,

كُنَّا عِنْدَ عُمَرَ فَقَالَ أَيُّكُمْ يَحْفَظُ حَدِيثَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْفِتْنَةِ كَمَا قَالَ قَالَ فَقُلْتُ أَنَا قَالَ إِنَّكَ لَجَرِيءٌ وَكَيْفَ قَالَ قَالَ قُلْتُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ فِتْنَةُ الرَّجُلِ فِي أَهْلِهِ وَمَالِهِ وَنَفْسِهِ وَوَلَدِهِ وَجَارِهِ يُكَفِّرُهَا الصِّيَامُ وَالصَّلَاةُ وَالصَّدَقَةُ وَالْأَمْرُ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّهْيُ عَنْ الْمُنْكَرِ فَقَالَ عُمَرُ لَيْسَ هَذَا أُرِيدُ إِنَّمَا أُرِيدُ الَّتِي تَمُوجُ كَمَوْجِ الْبَحْرِ قَالَ فَقُلْتُ مَا لَكَ وَلَهَا يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ إِنَّ بَيْنَكَ وَبَيْنَهَا بَابًا مُغْلَقًا قَالَ أَفَيُكْسَرُ الْبَابُ أَمْ يُفْتَحُ قَالَ قُلْتُ لَا بَلْ يُكْسَرُ قَالَ ذَلِكَ أَحْرَى أَنْ لَا يُغْلَقَ أَبَدًا قَالَ فَقُلْنَا لِحُذَيْفَةَ هَلْ كَانَ عُمَرُ يَعْلَمُ مَنْ الْبَابُ قَالَ نَعَمْ كَمَا يَعْلَمُ أَنَّ دُونَ غَدٍ اللَّيْلَةَ إِنِّي حَدَّثْتُهُ حَدِيثًا لَيْسَ بِالْأَغَالِيطِ قَالَ فَهِبْنَا أَنْ نَسْأَلَ حُذَيْفَةَ مَنْ الْبَابُ فَقُلْنَا لِمَسْرُوقٍ سَلْهُ فَسَأَلَهُ فَقَالَ عُمَرُ


“Dahulu kami duduk-duduk bersama Umar, lalu dia mengatakan, ‘Siapakah di antara kalian yang masih hafal hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengisahkan tentang fitnah persis sebagaimana yang beliau katakan?’. Maka aku katakan, ‘Aku.’ Beliau mengatakan, ‘Sesungguhnya kamu telah berani angkat bicara, maka bagaimanakah yang beliau katakan tentangnya?’. Aku katakan, ‘Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Fitnah yang timbul pada diri seseorang karena keluarganya, harta, jiwa, anak maupun tetangganya, maka itu semua akan bisa terhapus akibatnya dengan menjalankan puasa, sholat, sedekah, dan amar ma’ruf serta nahi mungkar.’ Maka Umar pun berkata, ‘Bukan itu yang aku maksudkan, yang aku inginkan adalah cerita tentang fitnah yang datangnya bergelombang bagaikan ombak lautan.’ Maka Hudzaifah berkata; Aku katakan kepadanya, ‘Tidak ada urusan apa-apa antara anda dengannya wahai Amirul mukminin. Sesungguhnya antara anda dengan fitnah itu terdapat pintu gerbang yang terkunci.’ Maka Umar bertanya, ‘Apakah pintu itu nanti akan terpecah atau dibuka?’. Hudzaifah berkata, ‘Aku katakan; Tidak, akan tetapi pintu itu akan terpecah.’ Maka Umar berkata, ‘Kalau demikian, maka tentunya pintu itu tidak akan bisa terkunci untuk selamanya’. Maka kami pun bertanya kepada Hudzaifah, ‘Apakah Umar mengetahui siapakah yang dimaksud dengan pintu itu?’. Maka Hudzaifah menjawab, ‘Iya, sebagaimana dia tahu bahwa setelah malam ini akan datang esok hari. Sesungguhnya aku telah menceritakan kepadanya suatu hadits yang bukan termasuk perkara yang rumit’. Perawi berkata, ‘Marilah kita tanyakan kepada Hudzaifah siapakah yang dimaksud dengan pintu itu, maka kami pun bertanya kepada Masruq; tanyakanlah kepadanya. Maka dia pun bertanya kepada Hudzaifah, lalu dia menjawab, ‘Pintu itu adalah Umar.’” (HR. Muslim, diriwayatkan pula oleh Bukhari).

Faedah yang bisa dipetik dari hadits ini antara lain :

1. Penamaan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan ‘hadits’ adalah didasarkan dengan riwayat bukan hasil rekaan para ulama.
2. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan kepada para sahabat tentang fitnah yang akan menimpa umat ini, dan itu merupakan bukti atas kenabian, kejujuran dan kasih sayang beliau kepada umatnya.
3. Keberadaan istri dan anak-anak, harta, dan orang lain di sekitar kita merupakan salah satu sebab munculnya fitnah/godaan untuk bermaksiat, baik yang berupa fitnah syubhat maupun syahwat. Sehingga hal itu sangat beresiko mendatangkan dorongan untuk bermaksiat atau melakukan penyimpangan. Ibnul Qayyim rahimahullah di dalam Ighatsat al-Lahfan menerangkan bahwa sumber fitnah syubhat adalah karena mengedepankan hawa nafsu di atas akal sehat. Sedangkan sumber fitnah syubhat adalah karena mengedepankan logika -yang terbatas- di atas syari’at. Fitnah syahwat dapat diatasi dengan sabar. Sedangkan fitnah syubhat diatasi dengan ilmu dan keyakinan.
4. Amal salih dapat menghapuskan dosa.
5. Para sahabat mengambil ilmu satu dari yang lainnya.
6. Para sahabat adalah orang-orang yang terpercaya.
7. Diterimanya hadits ahad dalam masalah aqidah.
8. Yang dimaksud dengan terpecahnya pintu adalah terbunuhnya Umar radhiyallahu’anhu. Dan hal ini menunjukkan bahwa sejak pertumpahan darah dengan terbunuhnya beliau maka fitnah itu tidak akan terhenti terjadi pada umat ini hingga hari kiamat terjadi.
9. Umar mengetahui bahwa dirinya nanti akan mati terbunuh, hal itu telah beliau dengar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa dirinya akan mati syahid.
10.Kematian seorang sahabat merupakan musibah yang menjadi celah bagi munculnya fitnah, demikian pula kematian para ulama dan orang-orang salih.
11.Pentingnya sosok seorang pemimpin yang tegas dalam menghadapi berbagai fitnah yang ada.
12.Iman kepada takdir.
13.Bolehnya menggunakan perumpamaan/permisalan dalam menceritakan suatu maksud pembicaraan.
14.Kekhawatiran Umar akan fitnah yang menimpa umat Islam.
15.Perhatian seorang pemimpin terhadap nasib rakyat atau orang yang dipimpinnya.
16.Perhatian seorang pemimpin akan kemaslahatan umat di atas kemaslahatan diri pribadi.
17.Keutamaan Hudzaifah radhiyallahu’anhu, bahwa beliau adalah sahabat yang sangat mengetahui seluk beluk fitnah yang diceritakan oleh Nabi shallallallahu ‘alaihi wa sallam.
18.Para sahabat -demikian juga perawi hadits- memiliki tingkat hafalan yang berbeda dalam meriwayatkan hadits, begitu pula dalam memahami maknanya.
19.Pentingnya fiqhul hadits, dan bahwasanya para ulama hadits bukan sekedar menukil hadits tanpa mengerti maksudnya. Namun mereka adalah orang-orang yang paling mengerti tentang fiqih hadits dan kandungannya.
20.Keutamaan ahli hadits dan ilmu hadits.
21.Bertanya kepada ahli ilmu.
22.Para sahabat memiliki keutamaan yang bertingkat-tingkat.
23.Keutamaan dan kecerdasan Umar bin Khatthab radhiyallahu’anhu.
24.Hadits ada yang mudah dipahami maksudnya oleh banyak orang, namun ada juga hanya bisa dipahami maksudnya secara rinci oleh orang-orang tertentu yaitu ahlinya/para ulama yang menekuni bidangnya.
25.Dan faedah lainnya yang belum saya ketahui, wallahu a’lam. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

Sumber: Blog Abu Mushlih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar